Jumat, 27 Maret 2009

Kisah Pencuri

pada tahun 1887, disebuah toko makanan kecil, Seorang pria yang tampak terkemuka berumur lebih kurang 60 tahun
membeli lobak hijau. Dia menyerahkan kepada pelayan selembar uang dua puluh dolar dan menunggu kembaliannya. Pelayan toko menerima uang dan mulai memasukkannya ke laci sementara dia mengambil kembalian. Walau demikian, dia melihat ada tinta pada jarinya, yang masih basah karena memegang lobak hijau. Dia terkejut dan berhenti sejenak untuk memikirkan apa yang akan dilakukannya. Setelah sesaat bergulat dengan masalah itu, dia membuat keputusan. Pembeli itu adalah Emmanuel Ninger, teman lama, tetangga, dan pelanggan. Tentunya orang ini tidak akan memberinya uang palsu. Dia pun memberikan kembalian dan pembeli tersebut pun pergi.

Kemudian, si pelayan toko berpikir kembali karena uang dua puluh dolar merupakan jumlah yang sangat besar pada tahun 1887. Dia akhirnya memanggil polisi. Seorang polisi merasa yakin bahwa uang dua puluh dolar itu asli. Polisi lainnya kebingungan tentang tinta yang terhapus. Akhirnya, rasa ingin tahu yang diperpadukan dengan tanggung jawab memaksa mereka untuk meminta surat penggeledahan atas rumah Ninger. Di rumah tersebut, di loteng, mereka menemukan fasilitas untuk mencetak uang lembaran dua puluh dolar. Bahkan mereka menemukan lembaran uang dua puluh dolar yang masih dalam proses pencetakan. Mereka juga menemukan tiga potret diri yang dilukis oleh Ninger.

Ninger adalah seorang pelukis, dan pelukis yang ahli. Dia begitu ahli, sehingga dia melukis lembaran dua puluh dolar dengan tangan! Dengan teliti, goresan demi goresan, dia menggunakan sentuhan keahliannya sedemikian cermat sehingga dia bisa membodohi setiap orang sampai hari itu.

Setelah dia ditangkap, potret dirinya dijual dalam sebuah lelang umum dan terjual seharga $16.000, berarti lebih dari $5.000 per lukisan. Ironi dari kisah ini adalah bahwa Emmanuel Ninger menghabiskan waktu yang tepat sama untuk melukis uang dua puluh dolar seperti yang dilakukannya untuk melukis potret diri seharga $5.000.

Ya, orang cemerlang yang berbakat ini menjadi pencuri dalam segenap arti katanya. Tragisnya, orang yang paling banyak dicurinya adalah Emmanuel Ninger sendiri. Bukan hanya dia seharusnya menjadi orang kaya secara sah bila dia memasarkan kemampuannya, tetapi seharusnya dia bisa membeli begitu banyak kesenangan dan begitu banyak
keuntungan bagi sesamanya. Dia termasuk dalam daftar pencuri yang tidak ada habis-habisnya mencuri dari dirinya sendiri ketika mereka berusaha mencuri dari orang lain.

Apakah kita adalah "Emmanuel Ninger" yang lain, yang memanfaatkan bakat, ketrampilan, dan diri kita hanya untuk menghasilkan $20, padahal sebenarnya kita bisa menghasilkan $5.000?
apakah kita layaknya seorang Emmanuel Ninger, yang tidak menghargai dan memanfaatkan bakat yang kita punya untuk sesuatu yang berarti, tetapi malah menyia-nyiakannya untuk merusak diri.

yakinlah setiap manusia memiliki potensi dan bakat dalam dirinya... manfaatkanlah bakat tersebut untuk membuat diri melesat, bukan untuk sesuatu yang sia-sia.

Selamat Berjuang!!!

Wanita Buta

Seluruh penumpang di dalam bus merasa simpati melihat seorang wanita muda dg tongkatnya meraba-raba menaiki tangga bus. Dg tangannya yg lain di meraba posisi dimana sopir berada, dan membayar ongkos bus. Lalu berjalan ke Dalam bus mencari-cari bangku yg kosong dg tangannya. Setelah yakin bangku yg dirabanya kosong, dia duduk. Meletakkan tasnya di atas pangkuan, dan satu tangannya masih memegang tongkat.

Satu tahun sudah, Yasmin, wanita muda itu, mengalami buta. Suatu kecelakaan telah berlaku atasnya, dan menghilangkan penglihatannya untuk selama-lamanya. Dunia tiba-tiba saja menjadi gelap dan segala harapan dan cita-cita menjadi sirna. Dia adalah wanita yg penuh dg ambisi menaklukan dunia, aktif di segala perkumpulan, baik di sekolah, rumah maupun di linkungannya. Tiba-tiba saja semuanya sirna, begitu kecelakaan itu dialaminya. Kegelapan, frustrasi, dan rendah diri tiba-tiba saja menyelimuti jiwanya. Hilang sudah masa depan yg selama ini dicita-citakan.

Merasa tak berguna dan tak ada seorang pun yg sanggup menolongnya selalu membisiki hatinya. "Bagaimana ini bisa terjadi padaku?" dia menangis. Hatinya protes, diliputi kemarahan dan putus asa. Tapi, tak peduli sebanyak apa pun dia mengeluh dan menangis, sebanyak apa pun dia protes, sebanyak apapun dia berdo'a dan memohon, dia harus tahu, penglihatannya tak akan kembali.

Diantara frustrasi, depresi dan putus asa, dia masih beruntung, karena mempunyai suami yg begitu penyayang dan setia, Burhan. Burhan adalah seorang prajurit TNI biasa yg bekerja sebagai security di sebuah perusahaan. Dia mencintai Yasmin dg seluruh hatinya. Ketika mengetahui Yasmin kehilangan penglihatan, rasa cintanya tidak berkurang. Justru perhatiannya makin bertambah, ketika dilihatnya Yasmin tenggelam kedalam jurang keputus-asaan. Burhan ingin menolong mengembalikan rasa percaray diri Yasmin, seperti ketika Yasmin belum menjadi buta.

Burhan tahu, ini adalah perjuangan yg tidak gampang. Butuh extra waktu dan kesabaran yg tidak sedikit. Karena buta, Yasmin tidak bisa terus bekerja di perusahaannya. Dia berhenti dg terhormat. Burhan mendorongnya supaya belajar huruf Braile. Dg harapan, suatu saat bisa berguna untuk masa depan. Tapi bagaimana Yasmin bisa belajar? Sedangkan untuk pergi ke mana-mana saja selalu diantar Burhan? Dunia ini begitu gelap. Tak ada kesempatan sedikitpun untuk bisa melihat jalan. Dulu, sebelum menjadi buta, dia memang biasa naik bus ke tempat kerja dan ke mana saja sendirian. Tapi kini, ketika buta, apa sanggup dia naik bus sendirian? Berjalan sendirian? Pulang-pergi sendirian? Siapa yg akan melindunginya ketika sendirian? Begitulah yg berkecamuk di dalam hati Yasmin yg putus asa. Tapi Burhan membimbing Jiwa Yasmin yg sedang frustasi dg sabar. Dia merelakan dirinya untuk mengantar Yasmin ke sekolah, di mana Yasmin musti belajar huruf Braile.

Dg sabar Burhan menuntun Yasmin menaiki bus kota menuju sekolah yg dituju. Dg Susah payah dan tertatih-tatih Yasmin melangkah bersama tongkatnya. Sementara Burhan berada di sampingnya. Selesai mengantar Yasmin dia menuju tempat dinas. Begitulah, selama berhari-hari dan berminggu-minggu Burhan mengantar dan menjemput Yasmin. Lengkap dg seragam dinas security.

Tapi lama-kelamaan Burhan sadar, tak mungkin selamanya Yasmin harus diantar; pulang dan pergi. Bagaimanapun juga Yasmin harus bisa mandiri, tak mungkin selamanya mengandalkan dirinya. Sebab dia juga punya pekerjaan yg harus dijalaninya. Dg hati-hati dia mengutarakan maksudnya, supaya Yasmin tak tersinggung dan merasa dibuang. Sebab Yasmin, bagaimanapun juga masih terpukul dg musibah yg dialaminya.

Seperti yg diramalkan Burhan, Yasmin histeris mendengar itu. Dia merasa dirinya kini benar-benar telah tercampakkan. "Saya buta, tak bisa melihat!" teriak Yasmin. "Bagaimana saya bisa tahu saya ada di mana? Kamu telah benar-benar meninggalkan saya." Burhan hancur hatinya mendengar itu. Tapi dia sadar apa yg musti dilakukan. Mau tak mau Yasmin musti terima. Musti mau menjadi wanita yg mandiri. Burhan tak melepas begitu saja Yasmin. Setiap pagi, dia mengantar Yasmin menuju halte bus. Dan setelah dua minggu, Yasmin akhirnya bisa berangkat sendiri ke halte. Berjalan dg tongkatnya. Burhan menasehatinya agar mengandalkan indera pendengarannya, di manapun dia berada.

Setelah dirasanya yakin bahwa Yasmin bisa pergi sendiri, dg tenang Burhan pergi ke tempat dinas. Sementara Yasmin merasa bersyukur bahwa selama ini dia mempunyai suami yg begitu setia dan sabar membimbingnya. Memang tak mungkin bagi Burhan untuk terus selalu menemani setiap saat ke manapun dia pergi. Tak mungkin juga selalu Diantar ke tempatnya belajar, sebab Burhan juga punya pekerjaan yg harus dilakoni. Dan dia adalah wanita yg dulu, sebelum buta, tak pernah menyerah pada tantangan dan wanita yg tak bisa diam saja. Kini dia harus menjadi Yasmin yg dulu, yg tegar dan menyukai tantangan dan suka bekerja dan belajar. Hari-hari pun berlalu. Dan sudah beberapa minggu Yasmin menjalani rutinitasnya belajar, dg mengendarai bus kota sendirian.

Suatu hari, ketika dia hendak turun dari bus, sopir bus berkata, "saya sungguh iri padamu". Yasmin tidak yakin, kalau sopir itu bicara padanya. "Anda bicara pada saya?" " Ya", jawab sopir bus. "Saya benar-benar iri padamu". Yasmin kebingungan, heran dan tak habis berpikir, bagaimana bisa di dunia ini, seorang buta, wanita buta, yg berjalan terseok-seok dg tongkatnya hanya sekedar mencari keberanian mengisi sisa hidupnya, membuat orang lain merasa iri? "Apa maksud anda?" Yasmin bertanya penuh keheranan pada sopir itu. "Kamu tahu," jawab sopir bus, "Setiap pagi, sejak beberapa minggu ini, seorang lelaki muda dg seragam militer selalu berdiri di sebrang jalan. Dia memperhatikanmu dg harap-harap cemas ketika kamu menuruni tangga bus. Dan ketika kamu menyebrang jalan, dia perhatikan langkahmu dan bibirnya tersenyum puas begitu kamu telah melewati jalan itu. Begitu kamu masuk gedung sekolahmu, dia meniupkan ciumannya padamu, memberimu salut, dan pergi dari
situ. Kamu sungguh wanita beruntung, ada yg memperhatikan dan melindungimu" .

Air mata bahagia mengalir di pipi Yasmin. Walaupun dia tidak melihat orang tsb, dia yakin dan merasakan kehadiran Burhan di sana. Dia merasa begitu beruntung, sangat beruntung, bahwa Burhan telah memberinya sesuatu yg lebih berharga dari penglihatan. Sebuah pemberian yg tak perlu untuk dilihat; kasih sayang yg membawa cahaya, ketika dia berada dalam kegelapan.

***

Teman, kita ibarat orang buta. Yg diperintahkan bekerja dan berusaha Kita adalah orang buta. Yg diberi semangat untuk terus hidup dan bekerja Kita tak bisa melihat Tuhan dan malaikat.Tapi Dia terus membimbing Seperti cerita Dia memompa semangat kita Cemas dan khawatir dg langkah kita Dan tersenyum puas Melihat kita berhasil melewati ujian-Nya.

From: Jihadudddin Fikri

Pak Bolot Nyeberang Jalan...???

Saat mau pergi kerja, pak Bolot seperti biasa harus
menyebrang jalan. Namun kali ini pak Bolot menyebrang di
tempat yang salah. Kebetulan ada seorang polisi. Pak Polisi
tersebut tentu saja menegur pak Bolot:

"Pak, kalau menyebrang sebaiknya di tempat yang disediakan."
kata pak Polisi.

"Masa saya ditilang, saya kan cuma berjalan kaki." jawab pa
Bolot.

"Saya tidak menilang pak, saya hanya memberitahu bapak,
kalau nyebrang harus di tempatnya." pak polisi mencoba
menjelaskan.

"Saya setuju pak. Tilang memang perlu untuk menegakkan
disiplin. Tapi jangan dijadikan alat untuk cari uang yah pak.
" kata pak Bolot dengan tampang yakin.

"Betul pak. Sekarang saya sedang bicara masalah bapak. Bapak
menyebrang sembarangan. Lain kali tolong menyebrang di
tempat seharusnya." kata pak Polisi dengan sabar.

"Tidak pak, saya tidak pernah dapat tilang. Saya adalah
pengendara yang baik dan disiplin." kata Bolot berusaha
meyakinkan pak Polisi.

????

Pak Polisi bingung, mau berkata apa lagi....

Salahkah apa yang dikatakan pak Bolot? Tidak, hanya saja
tidak nyambung.

BTW, sepertinya, dalam kenyataan, banyak pak Bolot yah?

Kamis, 26 Maret 2009

Kesempatan pertama atau kedua..

Sehari menjelang kesempatan itu tiba atau mungkin beberapa detik lagi. Kesempatan itu tak datang untuk kedua kalinya. Tersia-siakah akhirnya jika sebuah kesempatan itu, tak kembali. Berharap untuk kembali-Berharap tak kembali-Berharap ambil kembali-Berharap merealisasikan harapan tersebut dengan amal nyata. Karena ambillah yang pasti dan jangan tinggalkan yang mungkin.

Jika kesempatan itu datang, cobalah untuk mencoba refleksikan diri.
Jujurlah pada nuranimu,
Tanyakanlah pada Qalbumu,
Bercerminlah pada hatimu,
Temukan mutiara di dasar hatimu.

Menyelami mutiara di dasar hati.

Evaluation your self, before your self evaluated.


"Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. "
(Q.S. Muhammad [47] : 7)

DISTORSI GERAKAN MAHASISWA

Persoalan yang semakin kritis diangkat belakangan ini adalah fenomena gerakan mahasiswa yang telah bergeser secara substansial. Fenomena ini terjadi karena gerakan mahasiswa lebih menampakkan kepentingan elit politik maupun golongan tertentu demi mendapatkan sesuap nasi, jabatan bahkan proyek jutaan rupiah. Akibatnya idealisme sebagai mahasiswa telah hilang, mereka telah menggadaikan gerakan moral-intelektualitasnya. Padahal mereka seharusnya berpihak pada kepentingan rakyat secara luas. Kemurnian gerakan adalah modal yang tidak bisa ditawar-tawar. Jangan sampai berdalih atas nama kepentingan rakyat malah justru itu semua dimanfaatkan untuk kepentingan dirinya bahkan golongannya.

Fenomena di atas seharusnya selalu menjadi bahan introspeksi bagi seluruh mahasiswa sebagai agent of change dan director of change yang mengedepankan idealisme dan moral-intelektualnya.

Sebagai kekuatan moral, mahasiswa harus tetap menjadi pemandu dan wasit yang harus terus memantau setiap proses perubahan yang sedang berjalan, agar arah dan tujuan perubahan yang dicita-citakan tidak bergerak di luar jalur yang semestinya. Dalam posisinya sebagai pemandu dan wasit itu, mahasiswa harus bersikap obyektif, logis, rasional dan proporsional agar dapat melakukan justifikasi obyektif terhadap setiap persoalan yang terjadi. Dengan itu, ia tetap bisa tampil berwibawa, dihormati dan semakin dipercaya oleh masyarakat luas. Inilah sesungguhnya yang merupakan inti kekuatan pergerakan mahasiswa di mana pun di setiap periode kapan pun. Mahasiswa, dalam melakukan berbagai pergerakannya, jangan sekali-kali merusak citra gerakan, simpati, dukungan, penghormatan dan kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat luas. Bila hal ini terjadi, dapat dipastikan kekuatan mahasiswa yang paling berharga ini akan hilang dan tidak lagi memiliki kekuatan apapun. Jangan sekali-kali menghianati kepercayaan yang diamantkan oleh masyarakat bila tidak ingin dihabisi dan dihancurkan oleh kekuatan masyarakat luas.

Bagaimana agar pergerakan mahasiswa tidak kehilangan dukungan masyarakat? Yang harus terus dijaga oleh mahasiswa adalah:

Pertama, mahasiswa harus selalu menjaga dirinya dari pengaruh kekuatan luar yang bisa mempengaruhi dan mengotori kemurnian gerakannya. Dalam sejarah pergerakan mahasiswa, hal ini yang selalu sulit dijaga dan sering menimbulkan konflik intern dan horizontal akibat vested interest yang masuk dalam tubuh pergerakan mahasiswa; disamping selalu bermunculan “oportunis muda” di kalangan mahasiswa yang “menjual” idealisme perjuangannya. Sadar atau tidak, perpecahan yang terjadi dalam tubuh pergerakan mahasiswa kali ini bukanlah semata-mata disebabkan oleh perbedaan metode pergerakan, melainkan karena tujuan dan kepentingan yang berbeda. Situasi ini disebabkan oleh semakin biasnya idealisme para mahasiswa, disamping semakin kuatnya interest politik yang telah mempergunakan tangan mahasiswa untuk mencapai tujuan politiknya.

Kedua, akselerasi gerakan mahasiswa harus senantiasa berangkat dari aspirasi yang berkembang di masyarakat secara nyata. Dengan kata lain, mahasiswa harus cermat membaca getaran hati nurani masyarakat secara empati. Sehingga mampu menjadikan dirinya sebagai “corong masyarakat”.

Beberapa waktu terakhir ini terjadi pula kecenderungan gerakan kelompok mahasiswa yang justru lebih mengarah dan mengawali titik keberangkatannya dari pertarungan politik elit, bukan berangkat dari aspirasi dilevel masyarakat. Namun sayangnya, mereka selalu menyebut rakyat untuk sekedar jargon politik dalam aksinya.

Ketiga, untuk saat ini dan beberapa waktu ke depan, mahasiswa harus menghindari koalisi kekuatan massa aksinya dengan kekuatan politik di luar mahasiswa (masyarakat awam). Bila terjadi koalisi massa dengan komunitas lainnya, secara teknis mahasiswa akan kesulitan dan cenderung lepas kendali dengan sikap dan gerakan politiknya. Menyatukan gerakan mahasiswa dengan gerakan politik lainnya, terutama dengan massa, selama ini terbukti kurang efektif dalam melindungi kemurnian dan kekuatan politik mahasiswa. Akan tetapi hal ini ternyata justru telah dijadikan metode pergerakan oleh kelompok mahasiswa tertentu untuk mencapai tujuan-tujuan politiknya. Walau bagaimanapun, harus disadari, dengan tingkat wacana yang relatif lebih baik dibandingkan masyarakat “awam” –yang sering dijadikan alat politik oleh kelompok tertentu untuk menghimpun people power--. Kelompok masyarakat seperti itu akan menonjolkan ototnya dari pada otaknya, emosinya daripada rasionalitasnya. Dengan demikian, kalau masyarakat seperti itu dilibatkan dalam aksi mahasiswa, hal itu hanya akan mengundang dan mengarah pada kecenderungan chaos dan anarkis yang pada akhirnya siapapun semakin sulit untuk mengakui kemurnian gerakan mahasiswa.

Polarisasi Gerakan

Pasca reformasi, gerakan mahasiswa mengalami perpecahan yang hebat, yang terjadi di setiap level dan elemen gerakan. Hal ini karena: (1) Ke dalam tubuh gerakan mahasiswa telah masuk berbagai interest kelompok tertentu yang ingin memanfaatkan tangan mahasiswa untuk mencapai target politiknya. (2) Situasi ini menyebabkan munculnya kepentingan yang semakin beragam dalam tubuh mahasiswa. Ini ditandai oleh munculnya faksi-faksi gerakan dalam tubuh mahasiswa yang melahirkan semakin beragamnya tuntutan dan tema politik yang dimunculkan. Acapkali terjadi aksi saling meng-counter isu politik. Fenomena “dukung-tolak” telah menjadi wacana yang berkembang dalam tubuh gerakan mahasiswa. (3) Mahasiswa kurang waspada terhadap setiap gerakan politik yang muncul mengatasnamakan perubahan dan gerakan reformasi. Padahal banyak kelompok yang memanfaatkan situasi untuk kepemtingan kelompoknya. Mahasiswa lalu menjadi kehilangan sisi obyektifitasnya dalam menilai dan memahami wacana politik yang berlangsung, hingga kurang bisa melakukan justifikasi obyektif atas kepentingan bersama yang lebih rasional, logis, dan proporsional. Akibatnya mahasiswa terjebak oleh permainan politik komunitas lain yang selalu siap untuk memanfaatkan kelengahan dan kekuatan mahasiswa demi mencapai target politiknya.

Penutup

Terakhir, saya mengajak rekan mahasiswa untuk selalu melakukan instrospeksi terhadap setiap perilaku dan langkah yang akan dan telah diperbuat, agar perjuangan yang dilakukan tidak hanya sekadar mempertimbangkan kepentingan yang bersifat politis dan pragmatis. Mahasiswa harus melakukan gerakan yang mampu memberikan investasi wacana serta inspirasi perjuangan bagi kekuatab gerakan selanjutnya, bahkan generasi mahasiswa berikutnya, dalam rangka membangun proses dialektika demokrasi dan reformasi yang peduli terhadap nilai dan moral. Ini berlaku pula dalam cara-cara yang dilakukan oleh mahasiswa.

Untuk itu, rekan mahasiswa harus selalu mempererat tali ukhuwah dan bermusyawarah; harus selalu mengedepankan rasionalitas daripada emosionalitas, mengedepankan persaudaraan daripada permusuhan, mempererat cinta dan kedamaian daripada kekerasan dan pemaksaan kehendak. Salah satu sikap yang relevan dengan pernyataan ini adalah sikap politik mahasiswa untuk bersama-sama dengan kekuatan reformasi lainnya menyelamatkan arah reformasi ini dengan mendukung semua elemen pro-demokrasi yang menolak kehadiran kekuasaan otoriter dan status quo. Wallahu’alam

====