Kamis, 26 Maret 2009

DISTORSI GERAKAN MAHASISWA

Persoalan yang semakin kritis diangkat belakangan ini adalah fenomena gerakan mahasiswa yang telah bergeser secara substansial. Fenomena ini terjadi karena gerakan mahasiswa lebih menampakkan kepentingan elit politik maupun golongan tertentu demi mendapatkan sesuap nasi, jabatan bahkan proyek jutaan rupiah. Akibatnya idealisme sebagai mahasiswa telah hilang, mereka telah menggadaikan gerakan moral-intelektualitasnya. Padahal mereka seharusnya berpihak pada kepentingan rakyat secara luas. Kemurnian gerakan adalah modal yang tidak bisa ditawar-tawar. Jangan sampai berdalih atas nama kepentingan rakyat malah justru itu semua dimanfaatkan untuk kepentingan dirinya bahkan golongannya.

Fenomena di atas seharusnya selalu menjadi bahan introspeksi bagi seluruh mahasiswa sebagai agent of change dan director of change yang mengedepankan idealisme dan moral-intelektualnya.

Sebagai kekuatan moral, mahasiswa harus tetap menjadi pemandu dan wasit yang harus terus memantau setiap proses perubahan yang sedang berjalan, agar arah dan tujuan perubahan yang dicita-citakan tidak bergerak di luar jalur yang semestinya. Dalam posisinya sebagai pemandu dan wasit itu, mahasiswa harus bersikap obyektif, logis, rasional dan proporsional agar dapat melakukan justifikasi obyektif terhadap setiap persoalan yang terjadi. Dengan itu, ia tetap bisa tampil berwibawa, dihormati dan semakin dipercaya oleh masyarakat luas. Inilah sesungguhnya yang merupakan inti kekuatan pergerakan mahasiswa di mana pun di setiap periode kapan pun. Mahasiswa, dalam melakukan berbagai pergerakannya, jangan sekali-kali merusak citra gerakan, simpati, dukungan, penghormatan dan kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat luas. Bila hal ini terjadi, dapat dipastikan kekuatan mahasiswa yang paling berharga ini akan hilang dan tidak lagi memiliki kekuatan apapun. Jangan sekali-kali menghianati kepercayaan yang diamantkan oleh masyarakat bila tidak ingin dihabisi dan dihancurkan oleh kekuatan masyarakat luas.

Bagaimana agar pergerakan mahasiswa tidak kehilangan dukungan masyarakat? Yang harus terus dijaga oleh mahasiswa adalah:

Pertama, mahasiswa harus selalu menjaga dirinya dari pengaruh kekuatan luar yang bisa mempengaruhi dan mengotori kemurnian gerakannya. Dalam sejarah pergerakan mahasiswa, hal ini yang selalu sulit dijaga dan sering menimbulkan konflik intern dan horizontal akibat vested interest yang masuk dalam tubuh pergerakan mahasiswa; disamping selalu bermunculan “oportunis muda” di kalangan mahasiswa yang “menjual” idealisme perjuangannya. Sadar atau tidak, perpecahan yang terjadi dalam tubuh pergerakan mahasiswa kali ini bukanlah semata-mata disebabkan oleh perbedaan metode pergerakan, melainkan karena tujuan dan kepentingan yang berbeda. Situasi ini disebabkan oleh semakin biasnya idealisme para mahasiswa, disamping semakin kuatnya interest politik yang telah mempergunakan tangan mahasiswa untuk mencapai tujuan politiknya.

Kedua, akselerasi gerakan mahasiswa harus senantiasa berangkat dari aspirasi yang berkembang di masyarakat secara nyata. Dengan kata lain, mahasiswa harus cermat membaca getaran hati nurani masyarakat secara empati. Sehingga mampu menjadikan dirinya sebagai “corong masyarakat”.

Beberapa waktu terakhir ini terjadi pula kecenderungan gerakan kelompok mahasiswa yang justru lebih mengarah dan mengawali titik keberangkatannya dari pertarungan politik elit, bukan berangkat dari aspirasi dilevel masyarakat. Namun sayangnya, mereka selalu menyebut rakyat untuk sekedar jargon politik dalam aksinya.

Ketiga, untuk saat ini dan beberapa waktu ke depan, mahasiswa harus menghindari koalisi kekuatan massa aksinya dengan kekuatan politik di luar mahasiswa (masyarakat awam). Bila terjadi koalisi massa dengan komunitas lainnya, secara teknis mahasiswa akan kesulitan dan cenderung lepas kendali dengan sikap dan gerakan politiknya. Menyatukan gerakan mahasiswa dengan gerakan politik lainnya, terutama dengan massa, selama ini terbukti kurang efektif dalam melindungi kemurnian dan kekuatan politik mahasiswa. Akan tetapi hal ini ternyata justru telah dijadikan metode pergerakan oleh kelompok mahasiswa tertentu untuk mencapai tujuan-tujuan politiknya. Walau bagaimanapun, harus disadari, dengan tingkat wacana yang relatif lebih baik dibandingkan masyarakat “awam” –yang sering dijadikan alat politik oleh kelompok tertentu untuk menghimpun people power--. Kelompok masyarakat seperti itu akan menonjolkan ototnya dari pada otaknya, emosinya daripada rasionalitasnya. Dengan demikian, kalau masyarakat seperti itu dilibatkan dalam aksi mahasiswa, hal itu hanya akan mengundang dan mengarah pada kecenderungan chaos dan anarkis yang pada akhirnya siapapun semakin sulit untuk mengakui kemurnian gerakan mahasiswa.

Polarisasi Gerakan

Pasca reformasi, gerakan mahasiswa mengalami perpecahan yang hebat, yang terjadi di setiap level dan elemen gerakan. Hal ini karena: (1) Ke dalam tubuh gerakan mahasiswa telah masuk berbagai interest kelompok tertentu yang ingin memanfaatkan tangan mahasiswa untuk mencapai target politiknya. (2) Situasi ini menyebabkan munculnya kepentingan yang semakin beragam dalam tubuh mahasiswa. Ini ditandai oleh munculnya faksi-faksi gerakan dalam tubuh mahasiswa yang melahirkan semakin beragamnya tuntutan dan tema politik yang dimunculkan. Acapkali terjadi aksi saling meng-counter isu politik. Fenomena “dukung-tolak” telah menjadi wacana yang berkembang dalam tubuh gerakan mahasiswa. (3) Mahasiswa kurang waspada terhadap setiap gerakan politik yang muncul mengatasnamakan perubahan dan gerakan reformasi. Padahal banyak kelompok yang memanfaatkan situasi untuk kepemtingan kelompoknya. Mahasiswa lalu menjadi kehilangan sisi obyektifitasnya dalam menilai dan memahami wacana politik yang berlangsung, hingga kurang bisa melakukan justifikasi obyektif atas kepentingan bersama yang lebih rasional, logis, dan proporsional. Akibatnya mahasiswa terjebak oleh permainan politik komunitas lain yang selalu siap untuk memanfaatkan kelengahan dan kekuatan mahasiswa demi mencapai target politiknya.

Penutup

Terakhir, saya mengajak rekan mahasiswa untuk selalu melakukan instrospeksi terhadap setiap perilaku dan langkah yang akan dan telah diperbuat, agar perjuangan yang dilakukan tidak hanya sekadar mempertimbangkan kepentingan yang bersifat politis dan pragmatis. Mahasiswa harus melakukan gerakan yang mampu memberikan investasi wacana serta inspirasi perjuangan bagi kekuatab gerakan selanjutnya, bahkan generasi mahasiswa berikutnya, dalam rangka membangun proses dialektika demokrasi dan reformasi yang peduli terhadap nilai dan moral. Ini berlaku pula dalam cara-cara yang dilakukan oleh mahasiswa.

Untuk itu, rekan mahasiswa harus selalu mempererat tali ukhuwah dan bermusyawarah; harus selalu mengedepankan rasionalitas daripada emosionalitas, mengedepankan persaudaraan daripada permusuhan, mempererat cinta dan kedamaian daripada kekerasan dan pemaksaan kehendak. Salah satu sikap yang relevan dengan pernyataan ini adalah sikap politik mahasiswa untuk bersama-sama dengan kekuatan reformasi lainnya menyelamatkan arah reformasi ini dengan mendukung semua elemen pro-demokrasi yang menolak kehadiran kekuasaan otoriter dan status quo. Wallahu’alam

====

Tidak ada komentar:

Posting Komentar